Lebih Dekat dengan Al Qur’an di Bulan Ramadhan (Seri Ramadhan 10 ).

Bismillah

Saudaraku kaum muslimin dan muslimat semoga Rahmat Allah Ta’alaa selalu tercurahkan kepada kita semua.

Aamiin.

Alhamdulillah…bulan yang membawa keberkahan kepada umat Islam…bulan Al Qur’an…walaupun kita telah membawakan kutipan mengenai Al Quran sebelumnya (Lihat postingan Ramadhan 1) (Teruskan Bacaan AlQuran-mu!…(Seri Ramadhan 1).

Kali ini kita akan mempelari beberapa hal yang berhubungan dengan Al Quran, untuk dapat kita amalkan semaksimal mungkin di bulan Ramadhan yang penuh kebahagiaan ini…

Maaf kutipan ini sangat panjang dan sengaja tidak diringkas untuk menjaga mutu ilmiahnya.

Petunjuk membaca tulisan ini.

1.Pilih judul yang anda perlukan untuk anda amalkan lalu baca sampai selesai.

2.Jika mempunyai waktu luang silahkan baca keseluruhan postingan ini karena banyak manfaatnya.

3.Biasakan baca sampai tuntas dan menyeluruh agar Allah Ta’alaa memberi kefahaman kepada kita.

Silahkan pilih yang sesuai dengan keperluan anda untuk dibaca dan si pelajari…

1.Aqidah Salaf Terhadap Al-Qur’an

2.Apakah Dibolehkan Membaca Al-Qur’an Tanpa Memahami Artinya

3.APAKAH ORANG YANG MENDENGARKAN AL-QUR’AN TANPA MEMAHAMI (ARTINYA) DIBERI PAHALA?

4.Apakah Diperbolehkan Menghatamkan Al Qur’an Setiap Hari ? Dan Bagaimana Kita Memahami Dengan Apa Yang Dilakukan Oleh Para Salafus Shalih Yang Mereka Biasa Menghatamkan Al Qur’an Kurang Dari Tiga Hari ?

5.Apakah Pahala Membaca Al Qu’an Jadi Berkurang, Jika Membaca atau Menghafalnya Melalui HP?

=======

1.Aqidah Salaf Terhadap Al-Qur’an
Kami ingin mengetahui aqidah salaf terhadap Al-Qur’an ?

Teks Jawaban

Segala puji hanya milik Allah semata,

Aqidah salaf  berkaitan dengan Al-Qur’an sebagaimana aqidah mereka berkaitan dengan seluruh Nama-nama dan Sifat-sifat Allah. Yang dibangun atas landasan Al-Qur’an, Sunnah Rasulullah sallallahu’alahi wasallam. Dan kita semua telah mengetahuinya bahwa Allah mensifati Al-Qur’an adalah Kalam-Nya. Ia turun dari-Nya.

Allah berfirman : ” Dan jika seorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar Kalam Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya “.

At-Taubah : 6

Maksud Kalamullah disini, tidak diragukan lagi adalah Al-Qur’an. Firman Allah yang lainnya :

” Sesungguhnya Al Qur’an ini menjelaskan kepada Bani Israel sebahagian besar dari (perkara-perkara) yang mereka berselisih tentangnya ”. An-Naml : 76.

Jadi Al-Qur’an adalah Kalamullah Lafadz dan Maknanya, Allah berbicara secara benar, kemudian diberikan kepada jibril yang jujur, kemudian diturunkan jibril ke dalam hati Nabi Muhammad sallallahu’alaihi wasallam supaya menjadi pengingat dengan memakai bahasa Arab yang jelas.
Ulama’ salaf meyakini bahwa Al-Qur’an itu diturunkan. Allah menurunkan kepada Muhammad sallallahu’alaihi wasallam secara berkala dalam rentang waktu dua puluh tiga tahun yang terkandung hikmah di dalamnya. Kemudian turunnya terkadang tanpa sebab dan terkadang pula dengan sebab. Maksudnya sebagian ada yang diturunkan dikarenakan sebab tertentu sehingga diturunkannya suatu ayat. Dan sebagian lainnya tanpa ada sebab, sebagian lagi menceritakan tentang keadaan Nabi dan Shahabatnya yang telah berlalu, sebagian lagi turun berkaitan dengan hukum syareat sebagaimana yang disebutkan ahli ilmu dalam bidang ini.

Kemudian ulama’ Salaf juga mengatakan :

” Bahwa Al-Qur’an datang pertama kali dari Allah kemudian kepada-Nya nanti akan kembali di akhir zaman. Inilah pendapat ulama’ Salaf mengenai Al-Qur’an. Dan kitapun tahu bahwa Allah memberikan sifat terhadap Al-Qur’an dengan sifat-sifat yang agung, disifati Al-Qur’an Bijaksana, Mulia, Agung, Tinggi. Ini adalah sifat-sifat yang Allah sifati Kalam-Nya bagi orang yang berpegang teguh dengan Kitab ini. Mengamalkannya lahir batin, maka Allah akan menjadikan dia mendapatkan ketinggian, keagungan, kebijaksanaan, kemulyaan dan kekuasaan yang tidak diberikan bagi orang yang tidak berpegang teguh terhadap AL-Qur’an ini. Oleh karena itu saya mengajak lewat mimbar ini seluruh umat Islam, Para Penguasa dan rakyat, para Ulama dan orang awam untuk berpegang teguh dengan Kitabullah Azza wajalla secara lahir batin agar mendapatkan baginya kemulyaan, kebahagiaan, ketinggian dan menang di belahan bumi timur dan barat “. selesai.

Fadhilah As-Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah .

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam

==========

2.Apakah Dibolehkan Membaca Al-Qur’an Tanpa Memahami Artinya

Pertanyaan

Apakah dibolehkan membaca Al-Qur’an tanpa memahami maknanya?

Teks Jawaban

Alhamdulillah
Ya, dibolehkan bagi orang mukmin laki dan perempuan membaca Al-Qur’an meskipun tidak memahami maknanya. Akan tetapi dianjurkan baginya mentadaburi dan memikirkan sampai dia memahaminya.

Juga merujuk ke kitab-kitab tafsir jika dia dapat memahaminya. Kembali ke kitab-kitab tafsir, kitab-kitab bahasa Arab agar dapat mengambil faedah dari hal itu. Menanyakan ahli ilmu Jika ada yang bermasalah. Maksudnya adalah mentadaburinya. Karena Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

(كِتَابٌ أَنزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُوْلُوا الْأَلْبَابِ

(سورة ص: 29)

“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran.” (QS. Shad: 29)

Seorang mukmin hendaknya mentadaburi, maksudnya memperhatikan bacaan dan memikirkan maknanya. Dan memahami maknanya, dengan begitu, dia dapat mengambil manfaatnya. Jika tidak dapat mengambil manfaat makna secara sempurna, dia telah mengambil manfaat makna yang banyak. Maka perlu membaca dengan tadabur dan memahami. Bagitu juga bagi seorang wanita. Mentadabburi Al-Quran agar dapat mengambil manfaat dari firman Tuhannya serta mengetahui maksudnya dan mengamalkannya. Allah subhanahu berfirman:

(أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا (سورة محمد: 24)

“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati mereka terkunci?.”

(QS. Muhammad: 24)

Tuhan kita Azza Wajalla menganjurkan dan mengajak untuk memahami dan mentadaburi Kalam-Nya Subhanahu. Kalau seorang mukmin laki dan perempuan membaca Kitab Allah, maka dianjurkan keduanya untuk mentadaburi dan memahaminya serta memperhatikan apa yang dibacanya. Agar dapat mengambil manfaat dan memahami Kalam Allah. Dan mengamalkan dengan apa yang diketahui dari Kalam Allah. Dalam hal ini, dapat meminta bantuan dari kitab-kitab tafsir yang dikarang para ulama seperti tafsir Ibnu Katsir, tafsir Ibnu Jarir, tafsir Al-Bagowi, Tafsir Syaukani dan kitab tafsir lainnya. Dapat mengambil manfaat juga dari kitab-kitab bahasa Arab. Begitu juga bertanya kepada ulama  yang dikenal mempunyai ilmu dan memiliki keutamaan untuk menanyakan berbagai masalah.”
Samahatus Syekh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah .

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam

========
3.APAKAH ORANG YANG MENDENGARKAN AL-QUR’AN TANPA MEMAHAMI (ARTINYA) DIBERI PAHALA?

Pertanyaan

Apakah seseorang (mukmin) diberi pahala ketika mendengarkan Al-Qur’an tanpa memahami apa yang didengarkannya, perlu diketahui dia mendengakan dari Al-Qur’an. Atau dia tidak diberi pahala kecuali orang yang mengerti apa yang didengarkan? Saya mohon diberitahu dalil dari Al-Qur’an dan hadits yang shoheh.

Teks Jawaban

Alhamdulillah

Pertama,

Allah Ta’ala memerintahkan secara umuk kepada orang mukmin untuk mendengarkan Al-Qur’an dan memperhatikan dengan tenang. Allah subhanahu berfirman:

( وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ )

الأعراف/204

“Dan apabila dibacakan Al Quran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.”

SQ. Al-A’raf: 204.

Syekh As-Sa’dy rahimahullah berkata:

“Perintah ini umum bagi semua orang yang mendengarkan Kitabullah ketika dibaca. Maka dia diperintahkan untuk mendengarkan dan memperhatikan dengan tenang. Perbedaan antara mendengarkan dan memperhatikan dengan tenang. ‘Al-Inshot’ adalah sisi penampilan dengan tidak berbicara atau meninggalkan kesibukan yang dapat mengganggu dari mendengarkan.

Sementara ‘Al-Istima’ adalah memasang telinga dan menghadirkan hati untuk mentadaburi dari apa yang didengarkan. Karena  kelaziman dari dua hal ini, ketika Kitabullah dibaca, maka dia akan mendapatkan banyak kebaikan dan ilmu nan luas, terus memperbaharui keimanan, petunjuk yang terus bertambah, pengetahuan agamanya. Oleh karena itu Allah menyambungkan agar mendapatkan rahmat darinya. Dari situ menunjukkan,bahwa ketika dibacakan Kitabullah kepada seseorang sementara tidak mendengarkan dan memperhatikan dengan tenang, maka dia tidak mendapatkan bagian rahmat, maka dia terlepas banyak kebaikan.
Diantara perintah yang ditekankan untuk mendengarkan AL-Qur’an, agar dia mendengarkan dan memperhatikan dengan tenang ketika dalam shalat yang dibaca keras ketika imam membacanya. Maka dia diperintahkan untuk memperhatikan dengan tenang. Bahwakan kebanyakan ulama’ mengatakan, ‘Bahwa sibuk memperhatikan dengan tenang itu lebih baik daripada membaca Al-Fatihah dan lainnya.” Selesai dari kitab ‘Tafsir As-Sa’dy, 314.

Maksud terbesar dari mendengarkan dan memperhatikan dengan tenang adalah agar pendengarnya mentadaburi, memahami maknanya dan mengamalkan apa yang ada di dalamnya. Al-Imam At-Tobari rahimahullah berkata: “Allah Ta’ala berfirman disebutkan untuk orang-orang mukmin, yang membenarkan kitabNya, yang menjadikan Al-Qur’an sebagai petunjuk dan rahmat ‘iza quria’ kepada anda semua wahai orang-orang mukmin ‘Al-Qur’an fastami’u lahu’ berfirman pasang telinga anda semua, untuk memahami ayatNya, dan mengambil ibrah dari nasehatNya, ‘Wa ansyitu’ kepadanya agar memikirkan dan mentadaburiNya, jangan lalai dan jangan terlena ‘La allakum Turhamun’ berfirman, agar Tuhan kamu semua memberikan rahmat dari kesadaran anda dengan nasehat-Nya, mengambil ibroh dari ibrohNya. Dan anda lakukan terhadap apa yang dijelaskan Tuhan anda kepada anda dari kewajibanNya di ayatNya.’ Tafsir At-Tobari, 13/244.

Ketika merealisasikan pada posisi seperti ini, mendengarkan dan memperhatikan dengan tenang bagi seorang hamba, mentadaburinya terhadap apa yang dibacakan kepadanya, memahami maknanya. Maka dia akan mendapatkan kebaikan dunia dan akhirat.

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: “Dengan pendengaran ini, Allah memberikan hidayah kepada para hamba, memperbaiki urusan kehidupan dan kematian. Dengannya Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam diutus, dan diperintahkan kepada para Muhajirin dan Anshor serta orang-orang yang mengikutinya dengan baik. Dengannya para ulama’ salaf bersepakat sebagaimana dahulu para shahabat Rasulullah sallallahu’alaih wa sallam kalau bersepakat dalam satu urusan mereka memerintahkan diantara mereka untuk membaca (Al-Qur’an) sementara mereka mendengarkannya. Dahulu Umar bin Khottob radhiallahu’anhu berkata kepada Abu Musa Al-Asy’ari: “Ingatkan kami untuk Tuhan kamu, maka Abu Musa membaca (Al-Qur’an) sementara mereka mendengarkannya.” Selesai dari kitab ‘Majmu’ Al-Fatawa, 11/626.

Kedua,

Kalau pendengaran secara sempurna itu yang dapat merealisasikan bersamanya pemahaman dan tadabbur, makat tidak diragukan lagi bahwa barangsiapa dapat mendatangkan dengan ketentuan tersebut, maka dia terpuji sesuai dengan apa yang didatangkannya, dimaklumi yang tidak dapat dilakukannya. Dan tidak selayaknya apa yang tidak mampu itu sebagai alasan meninggalkan dari kemampuan dia untuk mendapatkan kebaikan. Karena orang yang mudah (melakukannya) tidak gugur dengan yang sulit (melakukannya). Yakni bahwa seorang hamba yang mungkin mendatangkannya baik itu wajib atau sunnah, tidak gugur dikarenakan tidak mampu melakukannya, berdasarkan firman Allah: “Maka bertakwalah kepada Allah sesuai dengan kemampuan anda semua.” SQ. At-Tagobun: 16.

Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah ditanya: ‘Apakah seseorang yang membaca Al-Qur’an akan mendapatkan pahala meskipun dia tidak faham artinya?’
Beliau menjawab: “Al-Qur’an Al-Karim itu barokah, sebagaimana firman Allah ta’ala:

( كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الأَلْبَابِ )

“Kitab yang Kami turunkan kepada engkau (wahai Muhammad) bernilai barokah agar kamu bentadaburi ayat-ayatNya dan agar menjadi pengingat bagi orang-orang yang berfikir.”

Seseorang akan diberi pahala dengan bacaannya, baik dia memahami atau tidak memahaminya. Akan tetapi seyogyanya seorang mukmin ketika membaca Al-Qur’an yang dibebabankan untuk mengamalkannya sementara dia tidak memahami artinya. Sebagai contoh, seseorang kalau ingin belajar kedokteran, mempelajari buku-buku kedokteran. Maka tidak mungkin dia mengambil manfaat darinya sampai dia mengerti artinya, menjelaskannya. Bahkan dia sangat menjaga sekali agar dapat memahami maknanya agar dapat mempraktekkannya. Apalagi dengan Kitab Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang mana dapat menyembuhkan dalam hati, sebagai nasehat bagi manusia. Seseorang membaca (Al-Qur’an) tanpa tadabbur dan tanpa memahami maknanya. Oleh karena itu para shahabat radhiallahu’anhum tidak melewati sepuluh ayat sampai mempelajari apa yang ada didalamnya dari ilmu dan amal. Maka mereka mempelajari Al-Qur’an disertai ilmu dan amal secara bersamaan.

Maka seseorang akan diberi pahala terhadap bacaan Al-Qur’an baik dia memahami maknanya ataupun tidak memahaminya. Akan tetapi seyogyanya perlu sangat menjaga untuk dapat memahami maknanya. Dan hendaknya pemahaman ini di dapatkan dari para ulama’ yang terpercaya dari sisi ilmu dan amanahnya. Kalau tidak mendapatkan orang alim yang dapat memahami maknanya, maka hendaknya merujuk ke buku-buku tafsir yang terpercaya seperti Tafsir Ibnu Jarir, tafsir Ibnu Katsir dan selain dari kedua buku tafsir tersebut yang memperhatikan penafsirannya dengan atsar yang diriwayatkan dari para shahabat dan tabiin radhiallahu’anhum.’ Selesai dari kitab ‘Fatawa Nurun ‘Ala Ad-Darbi, kaset, 85 side A.
Wallahu’alam .

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam

=========

4.Apakah Diperbolehkan Menghatamkan Al Qur’an Setiap Hari ? Dan Bagaimana Kita Memahami Dengan Apa Yang Dilakukan Oleh Para Salafus Shalih Yang Mereka Biasa Menghatamkan Al Qur’an Kurang Dari Tiga Hari ?

Pertanyaan

Apakah diperbolehkan saya membaca Al Qur’an dan menghatamkannya dalam waktu sehari ? dan bagaimana hukum yang demikian itu ? Saya pernah mendengar akan larangan menghatamkan membaca Al Qur’an kurang dari tiga hari ?

Teks Jawaban

Tema-tema Terkait

Alhamdulillah …

Pertama :

Membaca kitab Allah merupakan ibadah yang amat mulia dalam Islam, bagaimana tidak merupakan ibadah yang mulia karena yang dibaca adalah kalam dan firman Allah Ta’ala?! dan dengan kehormatan dan kemulyaan yang akan didapat oleh si pembaca maka Allah Ta’ala telah menjanjikan bagi si pembaca Al Qur’an pahala yang berlimpah baik di dunia maupun di akhirat, dan yang demikian itu Al Qur’an akan menjadi baginya petunjuk sekaligus obat, dan setiap satu huruf yang dibaca akan bernilai sepuluh kali kebaikan, dan juga akan menjadi syafaat pada hari kiamat kelak bagi si pembaca dan masih banyak lagi pahala dan imbalan yang akan diberikan oleh Allah bagi para pembaca Al Qur’an. Lihat juga jawaban soal nomer (141700 ).
Atas dasar inilah kita banyak mengetahui para Sahabat yang mulia dan para Tabi’in yang utama dan para pengikut mereka dari para salafus Shalih sangat menjaga dan perhatian dalam membaca kitab Tuhan mereka, yang mereka menjadikannya sebagai wirid harian mereka. Dan atas penjagaan dan kepedulian mereka terhadap membaca Al Qur’an maka menjadikan mereka senantiasa konsisten terhadap apa yang disyari’atkan dan tidak melampaui batas-batas yang dilarang, dan juga mereka tidak sampai terjerumus kepada sesuatu yang menyalahi petunjuk Nabi, oleh sebab itu kebanyakan mereka menghatamkan Al Qur’an setiap tujuh hari, dan bagi mereka yang merasa mampu dan sanggup maka mereka tidak menghatamkannya kurang dari tiga hari kecuali pada kondisi-kondisi tertentu yang akan disebutkan selanjutnya. Dan kebanyakan para salafus Shalih konsisten menghatamkan Al Qur’an setiap tujuh hari sebagai bentuk mengikuti wasiat Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam kepada Abdullah bin Amr bin Al ‘Ash ;
فعَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ( اقْرَإِ الْقُرْآنَ فِي شَهْرٍ ) قُلْتُ : إِنِّي أَجِدُ قُوَّةً … حَتَّى قَالَ ( فَاقْرَأْهُ فِي سَبْعٍ وَلَا تَزِدْ عَلَى ذَلِكَ )
رواه البخاري ( 4767 ) ومسلم ( 1159)
Dan dari Abdullah bin Amr dia berkata : Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda: ( bacalah oleh kalian Al Qur’an dan hatamkanlah setiap satu bulan ) aku berkata : aku mendapati diriku mampu melakukannya melebihi itu…hingga beliau bersabda : ( Maka bacalah olehmu dan jangan menghatamkannya kurang dari tujuh hari ) hadits riwayat Bukhari ( 4767 ) dan Muslim ( 1159 ).
Dan mereka juga tidak menghatamkan Al Qur’an kurang dari tiga hari agar tidak menyalahi Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam akan hal yang demikian itu
فعَنْ عَبْدِ اللَّهِ يَعْنِي ابْنَ عَمْرٍو قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ( لَا يَفْقَهُ مَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ فِي أَقَلَّ مِنْ ثَلَاثٍ ).
رواه الترمذي ( 2949 ) وأبو داود ( 1390 ) وابن ماجه ( 1347 ) وصححه الألباني في ” صحيح ابن ماجه .
Dan dari Abdullah yaitu Ibnu Amr dia berkata : Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda : (Tidak termasuk memiliki pemahaman orang yang membaca Al Qur’an kurang dari tiga hari ). Hadits riwayat At Turmudzi ( 2949 ) Abu Daud ( 1390 ) Ibnu Majah ( 1347 ) dan disahihkan oleh Al Albani dalam “ Sahih Ibnu Majah ”.
Dan hal inilah yang dipahami oleh para sahabat yang Mulia dari petunjuk dan arahan Nabi Shallallahu Alaihi wasallam, dan para ulama’ dan salafus Shalih menapaki jejak mereka :
1- فعن ابن مسعود رضي الله عنه قال : ” اقرؤوا القرآن في سبع ، ولا تقرؤوه في أقل من ثلاث “.
رواه سعيد بن منصور في ” سننه ” بإسناد صحيح كما قاله الحافظ ابن حجر في ” فتح الباري ” ( 9 / 78 ).
Dan dari Abdullah Bin Mas’ud Radliyallahu Anhu dia berkata : “ Kalian Bacalah Al Qur’an dan jangan menghatamkannya melebihi tujuh hari, dan janganlah kalian menghatamkan Al Qur’an kurang dari tiga hari ”. Diriwayatkan oleh Said bin Mansur dalam “ Sunah-sunahnya ” dengan sanad yang sahih sebagaimana disebutkan oleh Al hafidz Ibnu Hajar dalam “ Fathul Bari ” ( 9/78 ).
2- وعن معاذ بن جبل رضي الله عنه أنه كان يكره أن يقرأ القرآن في أقل من ثلاث.
رواه أبو عبَيد في ” فضائل القرآن ” ( ص 89 ) وصححه ابن كثير في ” فضائل القرآن ” له ( 254
Dari Mu’adz bin Jabal Radliyallahu Anhu sesungguhnya dia tidak menyukai apabila menghatamkan Al Qur’an kurang dari tiga hari. Diriwayatkan oleh Abu Ubaid dalam kitab “ Fadloilul Qur’an ” ( halaman 89 ) dan disahihkan oleh Ibnu Katsir dalam kitab beliau “ Fadloilul Qur’an ” ( halaman 254 ).

3-Ibnu Katsir Rahimahullah berkata : Dan banyak dari kalangan Salafus Salih yang tidak menyukai apabila membaca dan menghatamkan Al Qur’an kurang dari tiga hari, sebagaimana madzhab Abu Ubaid, Ishaq bin Rahawaih dan selain dari keduanya dari para ulama’ khalaf. Dari kitab “ Fadloilul Qur’an ” ( halaman 254 ).
Dan bagi orang yang membaca dan menghatamkan Al Qur’an kurang dari tiga hari disamping dia temasuk orang yang kurang bisa memahami Al Qur’an dia juga tidak bisa mengambil faedah dari kandungan makna-maknanya yang luhur sebagaimana orang yang membacanya dengan tadabbur dan tenang maka dia akan mengambil faedah yang amat banyak. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah berkata : “Membaca Al Qur’an itu hendaknya mengikuti anjuran yang diperintahkan untuk melakukannya ; karena hal itu akan menjadikan tertanamnya keimanan dalam hati, dan akan semakin menambah keyakinan kepadanya dan sekaligus sebagai obat ”. Dari kitab “ majmu’ Al Fatawa ” ( 7/283 ).

Kedua :

Apa yang disebutkan disebagian kitab-kitab para Ulama’ tentang sebagian dari mereka yang menghatamkan Al Qur’an empat kali di siang hari dan empat kali di malam hari, harus dilihat sejauh mana tingkat kevalidan orang yang meriwayatkan berita tersebut, karena sangat jauhnya kemungkinan hal itu dilakukan oleh sebagian ulama’ karena pada dasarnya durasi waktupun tidak memungkinkan untuk itu. Dan hal semacam itu pula apa yang diklaim oleh beberapa kalangan bahwasannya diantara para ulama’ ada yang menghatamkan Al Qur’an antara waktu Maghrib dan Isya’ ! dan yang lain sebagainya yang tidak memungkinkan untuk mempercayainya meski dengan kecepatan yang amat tinggi ketika membaca Al Qur’an. Adapun membaca dan menghatamkan Al Qur’an dalam waktu sehari ; maka hal itu mungkin saja terjadi, bahkan sebagian Ummat As Salihah atau orang-orang yang salih telah melakukannya, sebagaimana diriwayatkan tentang mereka yang telah menghatamkan Al Qur’an dalam waktu satu rakaat saja.
Imam An Nawawi Rahimahullah menyebutkan : Adapun mereka yang menghatamkan Al Qur’an dalam satu rakaat ; maka jumlah mereka tidak terhitung lagi karena mereka sangat banyak, dan diantara mereka adalah : Utsman bin Affan, Tamim Ad Daari dan Said bin Jubair. Dari kitab “ Al Adzkar ” ( halaman 102 ). Akan tetapi timbul pertanyaan, apakah orang yang melakukan yang demikian itu benar-benar mengikuti petunjuk Sunnah Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam atau dia hanya sekedar melaksanakan apa yang diperbolehkan secara Syariat ?!  Jawab : Adapun bagi siapa saja yang melakukan hal tersebut dan meyakininya bahwasannya hal semacam itu merupakan bagian dari ajarannya dan dijadikannya sebagi pedoman kehidupannya : maka tidak diragukan lagi yang demikian itu menyalahi syari’at, dan tidaklah dalam melakukannya melainkan mengabaikan hal-hal yang disyari’atkan – seperti shalat, pendidikan anaknya, silaturrahim dan berinteraksi kepada keluarganya dengan baik – atau mengabaikan pekerjaan yang dia berpenghasilan darinya.
Adapun orang yang melakukan demikian itu kadang-kadang saja dengan tujuan mengulang hafalannya, atau untuk mengambil faedah dari waktu yang mulia seperti bulan Ramadhan, atau karena dia sedang melaksanakan  i’tikaf di masjid, atau karena dia sedang menjalani ibadah dan menghabiskan waktunya untuk membaca Al Qur’an misal dia sedang di Makkah ; maka yang demikian itu tidak menyalahi syari’at, dan dengan udzur-udzur yang disebutkan ini bisa jadi riwayat yang menyebutkan bahwa sebagian Imam-imam madzhab di antara mereka ada yang menghatamkan Al Qur’an dua kali atau sekali dalam sehari adalah benar, dan hal ini bukan merupakan pedoman hidup mereka. Ibnu Rajab Al Hanbali Rahimahullah berkata : Dahulu Imam Qatadah selalu menghatamkan Al Qur’an setiap tujuh hari sekali, dan apabila memasuki bulan Ramadhan maka setiap tiga hari sekali, dan ketika memasuki sepuluh hari terakhir beliau menghatamkannya setiap malam, dan Imam Syafi’i ketika memasuki bulan Ramadhan beliau menghatamkan hingga enam puluh kali yang beliau baca diluar shalat demikian pula dengan Imam Abu Hanifah. Dan sesungguhnya terdapat larangan dalam membaca Al Qur’an kurang dari tiga hari itu apabila pelaksanaannya secara kontinyu, adapun bila dilakukan pada waktu-waktu yang utama seperti bulan Ramadhan khususnya malam-malam yang di dalamnya ingin menggapai Lailatul Qadar, atau sedang di tempat-tempat yang utama dan dimulyakan seperti Makkah Al Mukarramah bagi orang yang memasukinya dan bukan penduduk asli Makkah maka sangat dianjurkan memperbanyak tilawah Al Qur’an di sana sebagai bentuk optimalisasi waktu dan tempat, ini adalah pendapat Imam Ahmad, Ishaq dan selain keduanya dari para Imam-imam madzhab dan pendapat ini pula yang dijadikan landasan amal bagi yang lainnya sebagaimana telah disebutkan terdahulu. Dari kitab “ Lathaiful Ma’arif ” ( halaman 171 ) dan lihat juga jawaban soal ( 50781 ).
Wallahu A’lam.

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam

=========

5.Apakah Pahala Membaca Al Qu’an Jadi Berkurang, Jika Membaca atau Menghafalnya Melalui HP?

Pertanyaan

Apakah pahalanya menjadi sedikit jika saya membaca Al Qur’an melalui HP atau dengan hafalan tidak dengan membaca mushaf?

Teks Jawaban

Alhamdulillah
Yang lebih utama pada saat membaca agar seseorang melakukannya dengan kondisi yang bisa menambah kekhusu’an, jika yang bisa menambah kekhusu’an adalah dengan hafalan, maka inilah yang lebih utama. Jika yang bisa menambah kekhusu’annya adalah dengan membaca mushaf atau dengan HP maka itulah yang lebih utama.
Imam Nawawi –rahimahullah- berkata di dalam kitab Al Adzkar (90-91) :
“Membaca Al Qur’an dengan membuka mushaf lebih utama dari pada membaca dengan hafalan, demikianlah pernyataan rekan-rekan kami, pendapat ini juga dikenal oleh kalangan salaf –radhiyallahu ‘anhum- namun hal ini bukanlah segalanya. Bahkan jika qari membaca dengan hafalannya mampu menghadirkan tadabbur, tafakkur, menyatukan hatinya lebih banyak dari pada membaca mushaf, maka membaca dengan hafalan lebih utama. Namun jika sama saja maka membaca dengan mushaf lebih utama, inilah yang menjadi tujuan generasi salaf”.
Telah diriwayatkan dari Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- beberapa hadits dha’if yang tidak sah dijadikan dalil untuk keutamaan melihat mushaf. Baca juga jawaban soal nomor: 32594
Syeikh Ibnu Baaz –rahimahullah- pernah ditanya:
“Apakah ada perbedaan antara membaca Al Qur’an dengan melihat mushaf dan membaca Al Qur’an dengan hafalan? dan jika saya membaca Al Qur’an dengan melihat mushaf, apakah cukup hanya dengan mata atau harus menggerakkan kedua bibir juga?, apakah cukup dengan menggerakkan bibir atau harus dengan mengeluarkan suara?
Beliau menjawab:
“Saya belum tahu ada dalilnya tentang perbedaan antara membaca dengan melihat mushaf dan membaca Al Qur’an dengan hafalan. Namun yang disyariatkan adalah mentadabburinya dan hadirnya hati pada saat membaca, baik dengan membaca dari mushaf atau dengan cara hafalan, yang dinamakan membaca adalah jika ia mendengarnya, tidak cukup hanya membaca dengan mata dan membaca dengan lafadz, sunahnya bagi yang membaca adalah dengan bersuara disertai tadabbur, sebagaimana firman Allah –‘azza wa jalla-:

كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ (سورة ص: 29)

“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran”.
(QS. Shaad: 29)

Allah –‘azza wa jalla- juga berfirman:
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا (سورة محمد: 24)
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur’an ataukah hati mereka terkunci?”. (QS. Muhammad: 24)
Jika membaca Al Qur’an dengan hafalan lebih khusyu bagi hatinya dan lebih dekat kepada tadabbur Al Qur’an, maka hal itu lebih utama. Dan jika membaca dari mushaf lebih khusyu bagi hatinya dan lebih sempurna tadabburnya maka hal itu lebih utama, dan Allah Maha Pemberi Taufik”. (Majmu’ Fatawa Syeikh Ibnu Baaz: 24/352)

Dengan ini menjadi jelas, bahwa jika anda telah membaca Al Qur’an melalui HP dengan khusyu dan tadabbur, maka hal itu tidak akan mengurangi pahala anda daripada membaca dengan melihat mushaf insya Allah. Yang menjadi patokan adalah hadirnya hati dan merasakan manfaatnya dari Al Qur’an.
Wallahu A’lam .

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam

==========

6.Apa Yang Harus Dia Lakukan Jika Telah Hafal Sebagian Al-Quran Kemudian Dia Melupakannya?

Pertanyaan

Apa yang seharusnya dilakukan oleh seseorang yang lupa sebagian Al-Quran yang telah dihapal kemudian bertaubat. Apakah diharuskan sebagai syarat diterimanya taubat untuk mengulangi kembali hapalan yang telah dia lupa? Jika dia harus mengulangi lagi hafalannya, bagaimana caranya dia mengulangi potongan-potongan ayat yang telah dia hafal secara acak disana sini dan dia tidak ingat lagi? Adapun surat-surat yang pernah dihapal secara utuh, tidak ada masalah. Apakah wajib baginya mengulang hafalannya kembali secara langsung ataukah tidak mengapa dia lakukan di kemudian hari di waktu yang senggang?

Teks Jawaban

Alhamdulillah

Pertama:

Tidak diragukan lagi bahwa mempelajari Al-Quran, membaca dan menghafalnya, merupakan salah satu amal shaleh yang paling utama. Nabi shallallahu alaihi wa sallam telah memotivasi agar kita menjaga hafalan Al-Quran karena khawatir terlupa; yaitu dengan cara selalu mengulang hafalan secara kontinyu dan membacanya berulang-ulang.
Karena sesungguhnya lupa terhadap hafalan Al-Quran merupakan perkara tercela, karena hal itu menunjukkn kurangnya perhatian terhadap Kitabullah dan berpaling darinya.
Lihat jawaban soal no. 3704.

Kedua:

Para ulama berbeda pendapat tentang hukum lupa hafalan Al-Quran. Ada yang berpendapat bahwa melupakan hafalan Al-Quran merupakan dosa besar, yang lain berpendapat bahwa dia adalah maksiat dan dosa, tapi tidak sampai derajat dosa besar. Ada juga yang berpendapat bahwa dia merupakan musibah yang menimpa seorang hamba pada diri dan agamanya, atau boleh jadi dia merupakan hukuman dari Allah karena sebagian amalnya, meskipun dia bukan merupakan dosa besar atau dosa. Pendapat inilah pendapat yang paling kuat dalam masalah ini.
Akan tetapi, tidak layak bagi seorang penghafal Al-Quran untuk lalai membacanya, atau lalai menjaga hafalannya. Justeru dia harus menjadikannya sebagai wirid harian yang dapat membantunya untuk memperbaiki hafalannya dan agar tidak mudah lupa, seraya berharap pahala dan mengambil manfaat dari hukum-hukumnnya.
Lihat jawaban soal no. 127485.

Ketiga:

Lupa atas sebagian hafalan Al-Quran adalah buah dari meninggalkannya, sebagian sikap meninggalkan, lebih ringan atas sebagian lainnya, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Qayim dalam kitab Al-Fawaid, hal. 82, bahwa melupakannya adalah karena berpaling darinya dan sibuk dengan selainnya. Tidak diragukan lagi bahwa hal ini adalah musibah dan boleh jadi dapat mengakibatkan musibah serta hilangnya peluang pahala.
Yang dinasehatkan kepada mereka yang hafal Al-Quran kemudian lupa adalah;
-Hendaknya dia murajaah surat-surat yang lupa hingga hafal kembali dengan baik.
-Mengulang-ulang murajaahnya secara berkala agar tidak lupa lagi.
-Mengulang murajaahnya di hadapan seorang guru yang berkualitas.
-Mengulang potongan-potongan ayat yang panjang, seperti juz, hizb dan semacamnya dan bersungguh-sungguh mengulang hafalannya seluruhnya. Awali mengulangi yang sudah dihafal dahulu untuk mengembalikan hafalannya sebagai motivasi untuk menyempurnakan hafalan surat lainnya.
Adapun mengulangi hafalan potongan-potongan ayat pendek yang telah dia hafal, lalu lupa seperti dua atau tiga ayat dan semacamnya, maka jangan terlalu disibukkan dengannya. Andapun tidak dibebankan untuk mengingat ayat-ayat yang telah lupa hafalannya.

Agar semangat dalam mengulang hafalannya surat dan potongan ayat-ayat yang panjang dan tidak ada dosa baginya jika tidak dapat mengembalikan hafalan potongan ayat-ayat pendek yang mungkin telah dia lupa sebagiannya. Hendaknya ketika itu dia melihat kondisi dirinya, jika terdapat dosa, maka mohonlah ampunan kepada Allah dan bertaubatlah darinya, jika ada kekurangan, hendaklah dia perbaiki, jika dia lalai dari perkara akhirat dan sibuk dengan urusan dunia, hendaknya dia bangkit mengurusi urusan akhirat, karena hal itu lebih baik dan lebih kekal.
Kemudian yang lebih baik adalah bersungguh-sungguh dalam mengambalikan hafalan Al-Quran secara langsung, selama masih ada semangat untuk itu dan belum dihinggapi malas dan menunda-nunda. Ibnu Mubarak meriwayatkan dalam kitab Zuhud (1/469) dari Ibnu Masud radhiallahu anhu dia berkata, “

إِنَّ لِهَذِهِ الْقُلُوبِ شَهْوَةً وَإِقْبَالًا، وَإِنَّ لَهَا فَتْرَةً وَإِدْبَارًا، فَخُذُوهَا عِنْدَ شَهْوَتِهَا وَإِقْبَالِهَا، وَذَرُوهَا عِنْدَ فَتْرَتِهَا وَإِدْبَارِهَا ” .
 “Hati ini mengalami dorongan dan semangat, juga mengalami masa-masa malas dan berpaling. Gunakan (untuk kebaikan) saat dia terdorong dan semangat dan tinggalkan saat dia malas dan berpaling.”

Tidak diragukan lagi bahwa hadirnya perasaan bersalah saat hafalan Al-Qurannya hilang dan terlupa serta bertanya tentang bagaimana cara mengulanginya lagi, adalah sikap adanya dorongan hati dan kesadaran setelah lalai. Orang yang kondisinya demikian, maka lebih utama baginya langsung melakukan program mengulang hafalannya dan tidak ditunda-tunda.
Apabila tidak mungkin baginya melakukan murajaah (mengulang hafalan) kecuali di waktu luangnya, karena banyaknya kesibukan dan tugas-tugas atau beban menafkahhi keluarga serta semacamnya, maka tidak mengapa baginya.
Sebagai tambahan, lihat jawaban soal no. 161367
Wallahu a’lam.

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam

=========
Semua kutipan bersumber dari Islamqa…

Semoga bermanfaat

اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ

Dari beberapa sumber untuk saudaraku…semoga bermanfaat.

Saudaramu
Abdurrahim Ayyub

Tinggalkan Komentar

Scroll to Top